Shalat Sebagai Terapi Psikologi

Shalat bukanlah ibadah yang harus selalu dilaksanakan tanpa pernah mempertimbangkan perbedaan situasi dan kondisi. Misalnya, jika terjadi perubahan cuaca dan tidak ada air untuk wudhu, seorang muslim tidak harus berhenti sholat ketika hal demikian terjadi, karena Islam memberikan adaptasi (solusi) yang sempurna untuk mengatasi kondisi yang sulit ini, yaitu tayammum. Tayammum adalah solusi tanpa penggunaan air, sehingga shalat dapat terus dilakukan, jika seorang muslim sedang bepergian, sakit, berada dalam kapal, atau sedang berada di tengah-tengah peperangan yang semuanya merupakan kondisi yang tidak bisa (berubah), apakah yang harus dilakukan dalam menghadapi perubahan itu?

Shalat bukan semata-mata gerakan yang harus dilakukan, tetapi juga ruh sejak dari pelaksanaanya hingga sehari penuh. Shalat merupakan sekolah bagi seorang muslim untuk mempelajari proses adaptasi yang benar melalui berbagai perubahan situasi dan kondisi yang menghalangi pelaksanaan ibadah shalat.

Hubungan Shalat dengan Kehidupan Manusia

Ada hubungan yang kuat antara jasmani dan rohani, jasmani dan akal, serta rohani dan akal. Kehidupan sendiri merupakan hasil pertumbuhan kekuatan rohani, kekuatan jasmani, dan kekuatan akal. Kekacauan apa saja yang terdapat pada unsur ini akan berdampak pada unsur yang lain. Pada gilirannya hal ini akan berdampak pada kehidupan manusia. Dengan demikian, keterkaitan masing-masing antara unsur yang satu dengan unsur lainnya berkaitan dengan shalat. Kenapa harus shalat? Karena shalat merupakan kegiatan yang tetap dilakukan secara teratur. Jika shalat bepengaruh kepada tiga unsur tadi, maka pada gilirannya ia akan berpengaruh pada kehidupan manusia.

Hubungan Kuat antara Jasmani dan Rohani

Hubungan ini terbukti secarah ilmiah. Dalam ilmu kedokteran, terdapat kasus baru yang disebut psikosomotik. Pengobatannya tidak cukup hanya mengobati urat saraf organ, tetapi harus mengobati jiwa dan raga sekaligus. Banyak dokter yang menekuni spesialisasi bidang ini, terutama di Amerika. Di antara penyakit paling terkenal yang diobati dengan cara ini adalah tekanan darah, luka pencernaan (dyspepsia), penyakit mata, sakit kepala yang kronis, dan yang lainnya.

Jasmani dan Akal

Dahulu, orang-orang berkata,”akal yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat.” Ini merupakan penemuan dini mengenai kaitan antara akal dan tubuh. Menurut Dale Carnegie, pengaruh akal terhadap badan terjadi sugestif. Demikianlah, ketika ada penyakit pada tubuh atau sampai ada yang membuatnya sakit, akal tidak akan bekerja sebagaimana seharusnya. Petunjuk paling jelas tentang hal tersebut dapat kita lihat ketika manusia terserang influenza. Dia akan terkena semacam pusing kepala yang membuat akal tidak bisa berpikir dengan baik.

Rohani dan Akal 

Ada perbedaan antara jiwa dan akal. Hal ini dapat kita temukan dengan jelas dalam perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit akal. Akan tetapi, hubungan antara jiwa dan akal sangat erat. Akal yang dipenuhi dengan berbagai pikiran bagus (menyenanangkan), harapan yang baik, dan cita-cita akan membuat jiwa hidup dalam perasaan lapang dan bahagia. Sebaliknya, akal yang dipenuhi dengan berbagai pikiran negatif dan tidak baik, juga pasti akan berpengaruh dengan jiwa. Ia akan memberikan kegelapan pada jiwa, berupa kesedihan yang kelam. Pada saat itu, tidak mungkin akal dapat mengatur pikiran, menentukan gerakan, dan menjelaskan tujuan. Dalam kondisi seperti itu, kita mendapatkan akal seseorang menjadi terpecah dan perasaanya kian hancur.

Sholat dan Kesehatan Jiwa

Shalat membuat manusia tidak lupa diri yang dapat menghancurkan dirinya sendiri. Shalat juga menumbuhkan kepercayaan diri, menghalau kekhawatiran dan rasa takut, menjaga keseimbangan jiwa, memberikan harapan yang terus ada, dan memunculkan ketenangan pada dirinya. Ada tiga unsur pokok dalam shalat yang bisa menumbuhkan rasa percaya diri:

(1) percaya kepada Allah, 
(2) perhatian terhadap hal-hal yang bersifat fisik,
(3) mencegah keterasingan sosial yang bisa membangun hubungan sosial yang sehat.

Ketenangan Jiwa

Ketenangan jiwa merupakan kondisi psikologi matang yang dicapai oleh orang-orang beriman setelah mereka mencapai tingkat keyakinan yang tinggi. Sementara keyakinan tidak datang dengan sendirinya. Ia harus dicapai dengan melaksanakan ibadah dan penopangnya, yakni shalat yang akan memberikan ketenangan tersebut. Seorang mukmin tidak akan mencapai ketenangan jiwa kecuali jika dia termasuk orang-orang yang shalat. Allah Swt. akan menganugerahkan ketenangan jiwa yang tidak dia berikan kecuali kepada orang-orang yang ikhlas. Oleh karena itu, jalan untuk mencapai taraf keyakinan yang disertai ketenangan jiwa adalah seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an, dan sembahlah Tuhanmu sehingga datang keyakinan kepadamu (QS. Al-Hijr [15]:99).

Seseorang yang telah mencapai ketenangan jiwa tidak akan guncang dalam menghadapi berbagai lika-liku kehidupan. Kebahagiaan sekalipun sangat menyenangkan, tidak akan dapat menggucangkannya, begitu juga kesedihan, sekalipun sangat menyakitkan, tidak akan mampu membuatnya gelisah. Hal tersebut justru menguatkan keyakinan bahwa kehidupan dunia merupakaan permulaan yang singkat menuju kehidupan yang sebenarnya, yakni kehidupan akhirat. Dia beriman kepada qadar (ketentuan Allah), baik dan buruknya, sehingga dia tidak menjadikan dirinya sebagai medan untuk berbagai luapan emosi jiwanya.

Shalat dan Pemusatan Pikiran 

Terpecahnya konsentrasi dalam shalat adalah kendala yang banyak dikeluhkan semua orang. Buyarnya, konsentrasi tidak hanya terbatas pada shalat, sekalipun utamanya pada shalat, hal itu terjadi pada sebagian besar kehidupan manusia. Wiliam Merston berkata; “masa kita ini adalah masa terpecahnya pikiran, karena berbagai hal; telepon, sahabat, istri atau suami, kekhawatiran, atau larinya kita dari kenyataan. 

Konsentrasi dan Pelatihan Konsentrasi

Konsentrasi ketika shalat cukup untuk mengembangkan kemampuan ini. Akan tetapi, apabila seseorang ingin mencari bekal siasatnya dari halangan berbagai pelatihan ini dan membawa pembiasaan konsentrasi dalam shalat ke dalam berbagai urusan dunia, dia mesti melakukan pelatihan tambahan. Dengan ini, manusia bisa menetapkan untuk sampai pada berbagai keputusan dari berbagai urusan dunia. Dia bisa berinteraksi bersamanya dan menjauhkan sebagiannya dari ruang pikiran ketika shalat serta meringankan pengaruh yang lain. Prinsip ini yang mengatakan, ”satu pekerjaan dalam setiap kesempatan'' segala urusan dunia ada waktunya. Begitu juga denga urusan shalat dan waktunya.

Penutup 

Shalat merupakan proses hubungan dengan Allah Swt yang dapat mencakup seluruh kehidupan orang yang shalat, dari awal sampai akhir hari yang dilaluinya. Ketika kalian memasuki waktu sore dan waktu subuh, shalat merupakan hubungan langsung tanpa perantara, tetapi langsung dari Allah Swt. Dengan kenyataan ini, shalat berbeda dengan taklif (perintah) lainnya dari Allah Swt. untuk para hambanya yang seluruhnya turun melalui wahyu di bumi. 

Shalat berjamaah akan menciptakan perubahan sosial, inilah gerak dan fungsi shalat yang utama, ia berpengaruh terhadap kehidupan mushalli secara sosial, hubungannya dengan orang lain, dan berpengaruh pula terhadap masyarakat. Ketika Islam membentuk seluruh kehidupan dengan berbagai sisinya, shalat yang merupakan tiang agama menjadi tiang bagi seluruh kehidupan masyarakat muslim.

Posting Komentar

0 Komentar