Setelah berhasil dengan mahakarya Negara Paripurna, Yudi Latif kembali lagi dengan karya bertemakan Pancasila lainnya. Buku yang berjudul Revolusi Pancasila ini relatif lebih ringan dibandingkan karya-karya Yudi Latif sebelumnya. Buku setebal 229 halaman ini diterbitkan oleh Mizan pada tahun 2015.
Neraka di Tanah Surga
Mengutip gubahan syair dari Koes Ploes, tanah kita adalah tanah surga. Dengan segala kekayaan sumber daya alamnya, Indonesia disebut sebagai tanah surga. Sayangnya, dikarenakan mismanajemen oleh penyelenggara negara, tanah surga ini berubah menjadi neraka. Betapa tidak, semua kejahatan dapat kita temui di bangsa ini. Mulai dari homoseksual, korupsi, terorisme, narkoba, hingga fundamentalisme yang mengatasnamakan agama.
Apa yang Harus Dilakukan?
Keberhasilan revolusi sosial tidak cukup dengan cara “mempancasilakan revolusi”, malah yang lebih mendesak adalah cara “merevolusikan Pancasila”. Itu artinya, Pancasila tidak cukup sekadar alat persatuan, tetapi juga harus menjadi praksis ideologis yang memiliki kekuatan riil dalam melakukan perombakan mendasar pada ranah material-mental-politikal sebagai katalis bagi perwujudan keadilan sosial.
Apakah Revolusi Itu?
Secara akar kata, revolusi berasal dari kata “to revolve” yang berarti “kembali lagi” atau “berulang kembali”. Walaupun revolusi berasal dari istilah sains eksakta, namun ketika digunakan dalam sains sosial pengertian menjadi suatu perubahan radikal dari tatanan masyarakat yang lama menuju tatanan masyarakat yang baru.
Apakah Pancasila Itu?
Pancasila merupakan dasar Negara (titik awal), sekaligus cita-cita bangsa (titik akhir). Di sisi lain, Pancasila juga merupakan qalimatun sawa atau kontrak sosial seluruh anak bangsa. Dalam ilmu hukum, Pancasila termaktub dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan jiwa konstitusi yang padanya raga konstitusi termanifestasi, mulai dari Pasal 1 hingga Pasal 37.
Sebagai ideologi, Pancasila pernah direkomendasikan oleh Soekarno sebagai ideologi dunia pada sidang PBB di Amerika Serikat. Pancasila sebagai ideologi dipandang oleh bung Karno dan pendiri bangsa lainnya lebih memenuhi kebutuhan manusia dan lebih menyelamatkan manusia daripada Declaration of Independence yang tidak memuat keadilan sosial dan Communist Manifesto yang tidak mengandung Ketuhanan yang Maha Esa.
Apakah Revolusi Pancasila Itu?
Revolusi Pancasila bukanlah revolusi proletar ataupun borjuis, melainkan revolusi kemanusia yang melampaui batas-batas kelas dan golongan. Revolusi Pancasila bersifat multidimensional, yang oleh Soekarno disebut sebagai panca-muka, yang bersendikan pada revolusi nasional, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaaan. Tujuan revolusi Pancasila tertuang dalam alinea kedua pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni untuk mewujudkan perikehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Adapun untuk mewujudkan tujuan revolusi Pancasila tersebut, dibutuhkan landasan revolusi berupa landasan idiil dan landasan struktural. Landasan idiil adalah Pancasila itu sendiri, sementara landasan struktural adalah pemerintahan stabil secara konstitusional, yang mana legitimasinya termaktub pada alinea keempat pembukaan Undang-Undang Sasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Secara teoritik, revolusi Pancasila berdiri seimbang diantara teori revolusi idealisme (cenderung ke suprastruktur) dan teori revolusi materialisme (cenderung infrastruktur). Modal mental-kultural revolusi Pancasila adalah gotong royong, modal ekonominya adalah koperasi yang berkeadilan sosial, sementara modal politiknya adalah demokrasi permusyawaratan.3
Penutup
Selain itu, Revolusi Pancasila juga memiliki logika revolusi, musuh revolusi, dan program revolusinya sendiri. Kita bisa memilih pesimis dan apatis terhadap bangsa kita, namun hal itu justru akan kontraproduktif dengan kehidupan kita sendiri. Kita harus optimis, namun tetap harus kritis. Dalam penutupnya, Yudi Latif berpesan; kita biarkan bangsa ini hancur, atau bangkit bertempur! “Siapa yang ingin memiliki mutiara, harus ulet menahan-nahan napas, dan berani terjun menyelami samudera yang sedalam-dalamnya.”

0 Komentar