Pada era digital saat ini, sangat memudahkan kita untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana kita melakukan filterisasi terhadap segala informasi yang ada. Sebab segala apa yang didapatkan tidak semuanya hal positif, tetapi juga banyak yang dapat mengubah pola pikir ke arah negatif, yang membuat kita saling membenci satu sama lain. Salah satu hal yang mempermudah kita dengan adanya kemajuan teknologi, yaitu menyebarluaskan ajaran agama islam.
Jika dulunya kita ingin mendengarkan ajaran agama, maka terlebih dahulu kita harus berkumpul dengan majelis taklim untuk mendengarkan Ustadz atau Kiai. Tetapi saat ini para ulama yang mendatangi anda untuk menyebarkan ajaran agama lewat smartphone. Dan lebih hebatnya lagi, saat ini tidak ada batasan untuk mendengarkan ceramah oleh para ulama, baik itu di kantor ketika sedang waktu istirahat, di kafe, ataukah di tempat tidur sebelum beristirahat.
Berbagai aplikasi dapat digunakan, mulai dari instagram yang banyak digandrugi oleh kaum millenial, Facebook, Tweeter, Whatsapp, sampai Telegram. Semuanya itu cara baru berdakwah. Semuanya dapat dijangkau, baik bagi kaum muda, maupun kaum tua. Walaupun demikian, hal ini juga memiliki efek negatif. Ummat tidak bisa lagi membedakan mana yang benar-benar Ustadz, dan mana yang mendadak Ustadz. Tanpa melihat kualifikasi keilmuan, semuanya menjadi runtuh sehingga media sosial juga dipakai sebagai alat penyebaran kajian yang tidak ramah, karena isinya marah-marah. Yang menjadi masalah adalah kita tidak tahu mana yang asli mana, yang hoaks.
Cara Generasi "Zaman Now" Menafsirkan Al-Qur'an
Tafsir Al-Qur'an adalah suatu ilmu pengetahuan bagaimana memahami maksud yang termuat dalam Al-Qur'an dan memberi penjelasan mengenai kandungan dan isi dari Al-Qur'an sehingga jelas dalam rangka menjalankan perintah Allah SWT. Secara metode, ada dua cara dalam menafsirkan Al-Qur'an, yaitu tafsir bir riwayah dan tafsir bir ra’yi. Tafsir bir riwayah yaitu dalam memahami kandungan Al-Qur'an lebih menitikberatkan riwayat Al-Qur'an dan kandungan Hadist. Sementara tafsir bir ra’yi lebih mengedepankan pemahaman akal (rakyu) dalam memahami kandungan nash, tetapi tetap saja menggunakan ayat dan Hadist.
Yang perlu dipahami untuk konteks saat ini sesungguhnya penggolongan secara kaku dan ketat tafsir bir riwayah dan tafsir bir ra’yu. Lalu bagaimana metode yang sesuai untuk digunakan konteks zaman saat ini? Kitab tafsir mana yang paling relevan? Syekh Abdullah Darraz berkata, Al-Qur'an itu bagaikan intan berlian, dipandang dari sudut manapun tetap memancarkan cahaya. Jadi, tidak usah khawatir mana yang terbaik, semua metode tafsir bertujuan menyingkap cahaya Al-Qur'an.
Al-Qur'an mengajarkan kepada kita banyak hal, tidak hanya sekedar ritual dan aqidah, tetapi juga menggunakan logika dan argumentasi. Terdapat pula beberapa contoh dalam al-qur’an tentang bagaimana al-qur’an menggunakan logis dan argumentative. Sayangnya, banyak saudara-saudara kita yang anti dalam menyampaikan kebenaran dengan logika. Walhasil, sering kita dengarkan dari saudara kita tersebut bahwa jangan pakai akal kalau bicara agama. Padahal otak kita juga adalah karunia Ilahi. Nyatanya, perintah pertama yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW adalah iqra’, yang artinya; bacalah. Islam menyeru kita untuk cerdas, bukan untuk tidak menggunakan akal. Dalam al-qur’an surah al-baqarah yang diceritakan Nabi Ibrahim a.s, ternyata menyeru pula untuk menggunakan logika. Jadi, mari kita menggunakan logika untuk berdiskusi logis ala al-qur’an. Jangan menggunakan emosi dan menyerang pribadi dan suka menyalahkan orang lain.
Benarkah Muslim Harus Keras terhadap Orang Kafir?
Surah al-fath berjumlah 29 ayat, yang semuanya turun dalam konteks perjanjian hudaibiyah. Karena memahami ayat tidak boleh sepotong-sepotong, maka kita harus memahami segala konteks ayat-ayat sebelumnya. Begitu pula dalam memahami secara utuh tentang perjanjian hudaibiyah. Inilah yang dilakukan oleh Imam Al-Alusi, pengarang tafsir ruhul ma’ni, yang harus berpanjang lebar menceritakan peristiwa hudaibiyah, sebelum menjelaskan potongan ayat 29 berikut;
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang bersamanya adalah orang-orang yang keras terhadap orang-orang kafir, tetapi sesama mereka berkasih sayang.”
Kesalahpahaman akibat kegagalan memahami pesan utuh pada ayat ini berpotensi menjadi pemicu konlik dan gesekan sosial di masyarakat yang majemuk, seperti di Indonesia. Sebagaimana yang kita saksikan pada sebagian saudara kita yang memperlihatkan wajah kusam dan angker kepada non muslim, atau bahkan kepada sesama muslim yang mereka anggap kafir. Tak ada senyum dan ramah tamah. Mereka malah menyalahartikan ayat ini, sebab kata ‘’keras’’ dipahami sebagai permusuhan. Allah SWT berfirman pada surah Al-Mumtahannah ayat 8 yaitu;
“Allah tidaklah melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang orang yang tiada memerangi kalian, karena tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Dalam surah ini Allah SWT tidak melarang kita untuk berkawan dan bertetangga dengan orang-orang yang merupakan non muslim.
Kritik dan Saran
Saat ini kita telah digerogoti dengan gagal paham mengenai persoalan menafsirkan al-qur’an. Semangat beragama dan membela agama yang ada di dalam diri tidak seharusnya membuat perpecahan diantara kita. Mari kita saling bersatu! Mengutip pesan dari Kiai Quraish Shihab;
“Upaya membahas al-qur’an lewat medsos patut diapresiasi, apapun konteks pembahasanya. Dan dipandang dari sisi manapun, ayat al-qur’an akan tetap memancarkan cahaya Ar-Rahman dan Ar-Rahim.’’

0 Komentar