Neuron to Nation

Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika ia tidak mengubah apa yang ada dalam dirinya (QS. Ar-Rad: 13). Sementara itu, Nabi Muhammad Saw bersabda, ada sesuatu yang terdapat dalam diri manusia, jika sesuatu itu buruk, maka buruklah kehidupannya, dan jika sesuatu itu baik, maka baiklah kehidupannya. Terdapat beragam tafsir mengenai sesuatu yang dimaksud. Sesuatu itu merupakan inti kemanusiaan. Filosof menyebutnya akal, sementara saintis menamainya otak. Maka, mustahil membangun suatu kaum atau suatu bangsa, jika tidak mengubah bagian terkecil namun sangat mendasar dalam kehidupan setiap manusianya. Rekayasa otak menjadi fundamen bagi revolusi mental, atau bahkan transformasi sosial. Inilah neurologi kebangsaan!

Otak: Esensi Kemanusiaan

Disadari ataupun tidak, terkadang kita bercanda dengan guyonan; ga punya otak loe, atau dasar otak udang, atau saraf otak loe terputus, dan guyonan-guyonan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa urgensi otak sudah menjadi pengetahuan umum. Otaklah yang menjadi pusat kesadaran manusia, baik alam sadar, maupun alam bawah sadar. Otak terdiri dari massa jaringan lemak, yang memiliki berat satu perlima puluh berat tubuh keseluruhan, atau rata-rata seberat 1,4 kg pada orang dewasa, dan 350 gram pada bayi (Parker, 2007). Sekitar 100 miliar sel saraf yang terjaring dalam otak manusia (Louis, 2007). Dikarenakan urgensinya, otak merupakan organ tubuh yang harus dilindungi dengan jumlah tulang pelindung terbanyak dan terkompleks dalam tubuh manusia (Fikri, 2016: 14).

Adapun unit kerja dasar atau unit fungsional otak adalah neuron, yang biasa disebut sel saraf. Neuron berukuran sangat kecil, mulai dari kisaran 5-100 micrometer (Louis, 2007). Jika neuron di otak digabungkan dengan neuron yang terdapat dalam tubuh manusia, maka jejaring neuron itu berukuran dua kali mengelilingi lingkaran bumi (Steve, 2007). Bahwa otak beserta jejaring neuronnya merupakan esensi microcosmos, sebagaimana manusia yang merupakan esensi macrocosmos. Otak merupakan esensi alam semesta internal. Sebagaimana manusia yang merupakan esensi alam semesta eksternal.

Neuron Ketuhanan

Jika konsepsi yang dikelola oleh otak merupakan stimulus dari persepsi inderawi dari dunia materi, dari manakah datangnya konsepsi metafisis yang serba non materi? Misalnya konsepsi tentang Tuhan, dari manakah stimulus itu berasal? Ilmiahkah konsepsi tentang Tuhan ditinjau dari perspektif neuro sains? Neuron merupakan esensi kemanusiaan. Manusia sendiri adalah esensi alam semesta. Namun, apakah esensi neuron? Bagaimana ia bisa tercipta? Mustahil alam semesta, manusia, hingga jaringan saraf sedetail dan seesensial neuron bisa tercipta dengan sendirinya. Jika ia bisa bertumbuh kemudian terputus, itu artinya jaringan sel saraf neuron ada yang mengawali dan ada yang mengakhiri. Pengawal dan pengakhir neuron adalah Sang Maha Karya atau Neuron Universal nan Pertama; Tuhan.

Kosmologi neorun dipicu oleh sebuah peristiwa besar yakni bertemunya DNA yang berasal dari sperma dan sel telur. Jaringan sistem saraf mulai dibentuk pada hari ke 14 setelah pembuahan (Sweeney, 2009). Sejak saat itu, hingga berkembang menjadi janin, kemudian siap dilahirkan sebagai sebuah bayi yang telah memiliki otak yang utuh. Itu artinya, sperma sebagai sebab maskulin dan sel telur sebagai sebab feminin yang menjadi penyebab penyusun neuron merupakan sebab efesien bagi aktualnya neuron. Argumentasi tersebut kemudian berujung pada sifat Jalaliyah dan Jamaliyah Tuhan.

Neuron Kemanusiaan 

Dalam buku belajar cerdas (Jalaluddin Rakhmat, 2008), dipaparkan mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan otak yang menjadikan manusia lebih cerdas. Pertama, pengayaan psikomotorik seperti berolahraga dan bekerja secara proaktif. Kedua, makanan bergizi dan kaya vitamin, seperti 4 sehat 5 sempurna. Ketiga, lingkungan keluarga, pertemanan, sekolah, dan masyarakat. Keempat, bahan bacaan yang berkualitas. Singkatnya, upaya pengembangan kedewasaan manusia dimulai dari pengembangan otak.

Berbicara mengenai pengembangan, tentunya erat kaitannya dengan perubahan. Sebagai esensi kemanusiaan, benarkah neuron dapat diubah? Perubahan neuron membawa serta perubahan karakter diri seorang manusia. Dan perubahan seorang individu merupakan katalisator bagi perubahan sosial bangsa kita. Neuroplastisitas adalah kemampuan otak untuk mengubah dirinya (sel saraf) dan beradaptasi dengan tantangan yang berasal dari lingkungan (Society for Neuroscience, 2012). Berubah menjadi manusia yang adil dan beradab mengharuskan kita giat mengembangkan integritas. Desain lingkungan secara autentik, inklusif, dan mengedepankan adab. Singkatnya, bergaullah dengan para moralis, atau lingkungan yang adil dan beradab, maka sirkuit otak anda akan beradaptasi dengan tantangan lingkungan baru anda. Seperti kata William James, kita mencari lingkungan terbaik, jika kita tidak menemukannya, maka ciptakanlah. Plastisitas otak memungkinkan anda menjadi manusia yang adil dan beradab, bisa pula menjadi manusia yang dzalim dan biadab.

Neuron Demokrasi

Demokrasi deliberatif atau apa yang oleh pendiri bangsa sebut sebagai demokrasi yang hikmat-bijaksana dalam kerangka musyawarah-mufakat, dicirikan dengan pemikiran yang menjunjung tinggi kesadaran, nalar, literal, universal, dan beranggapan bahwa emosi merupakan proses yang berpunggungan dengan pemikiran. Inilah mengapa demokrasi deliberatif yang menjunjung rasionalitas justru kontra-produktif jika diterapkan pada negara berkembang yang masih menyandarkan pilihan politiknya dalam kerangka alam pikir emosional, dibandingkan pertimbangan rasional (Westen, 2007). Otak emosional berpikir secara instan, yang menjadi lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya politik identitas, oligarki, dan politik uang. Otak emosional dalam kontestasi politik merupakan bagian dari syndrome cognitive easy, suatu penyakit pikiran yang cenderung memilih sesuatu yang tidak memerlukan proses berpikir kritis.

Sementara dalam kepemimpinan, demokrasi Pancasila menghendaki yang dipimpin untuk bisa hikmat kepada pemimpinnya, dan yang memimpin harus bijaksana kepada yang dipimpinnya. Pemimpin tidak boleh mendahulukan otak emosionalnya, justru harus mengendalikan amarah melalui otak depan, prefrontal cortex. Pemimpin harus ramah-ramah, bukan marah-marah. Lingkungan di mana pemimpin dibentuk akan mempengaruhi watak kepemimpinan. Pemimpin dari lingkungan militer cenderung top down leadership. Sementara pemimpin dari organisasi yang kritis dan inklusif cenderung bottom-up leadership. Lingkungan mempengaruhi otak, otak mempengaruhi watak.

Neuron dan Keadilan Sosial

Terdapat sebuah sistem proteksi dalam otak yang disebut blood brain barrier, atau sawar darah otak yang merupakan suatu membran yang sangat resisten terhadap proses difusi cairan atau zat-zat tertentu yang memisahkan cairan interstitial otak dari cairan ekstrasel di tempat lain dalam tubuh (Pardridge, 2006). Sawar darah otak mestinya dijadikan acuan bagi sistem perekonomian. Segala intervensi ekonomi asing, maupun pribumi yang menciderai keadilan sosial harus disawarkan demi kesejahteraan dan keseimbangan sistem ekonomi nasional.

Posting Komentar

0 Komentar