Terlebih dulu kita harus memahami apa yang dimaksud dengan kebebasan, dan apa yang menjadi hak bagi manusia di dalamnya. Kebebasan secara mendasar terdapat dua jenis yaitu kebebasan manusiawi dan kebebasan hewani atau kebebasan nafsu dan naluri, yang dalam istilah klasik biasa disebut dengan kebebasan amarah dan syahwati (carnal desire). Saat orang orang membicarakan persoalan kebebasan dan memperdebatkannya, sama sekali tidak memaksudkannya dengan kebebasan hewani, melainkan sebagai hakikat yang sakral yang mendorong munculnya kebebasan manusia.
Manusia memiliki potensi yang lebih luhur dibandingkan potensi yang dimiliki oleh hewan, dan potensi ini tergolong dalam kategori emosional dan kecenderungan insaniah yang tinggi atau kategori inderawi dan kognitif. Namun bagaimanapun juga potensi itulah yang menjadi sumber kebebasan manusia tertinggi.
Penjelasan singkat mengenai dua jenis kebebasan tersebut sering menjadi penyebab kerancuan dan kekeliruan, terdapat perbedaan yang jelas mengenai kebebasan berpikir dan kebebasan berpendapat. Sumber kebebasan berpikir adalah potensi manusia itu sendiri, yang kemudian menjadikannya mampu berpikir dan tidak bisa tidak, potensi itu mesti bebas, karena di situ terletak kemajuan, perkembangan dan penyempurnaan manusia.
Sedangkan kebebasan berpendapat memiliki keistimewaan lain, misalnya pemikiran yang benar bukanlah segala pendapat, sebab masih banyak pendapat yang dibangun atas rangkaian adat istiadat, tradisi, dan fanatisme. Artinya kemampuan manusia dalam berpikir mengalami kerumitan sebagai ganti dari efektifitas daya dorong. Kemampuan berpikir ini sesuai dengan kebekuan dan kerumitan yang membelit hidup manusia.
Inilah yang menyebabkan munculnya pengaruh-pengaruh buruk yang berbahaya bagi individu dan masyarakat. Persoalan kebebasan berpikir sering kita campuradukkan dengan kebebasan yang membuat beku pemikiran. Setiap aliran yang didasarkan pada satu ideologi akan didukung kebebasan berpikir dan kebebasan memikirkan (segala sesuatu), dan setiap aliran yang tidak percaya terhadap dirinya sindiri dan tidak yakin pada prinsipnya pasti menentangnya dan bakal dilakukan pula oleh beberapa aliran-aliran lain dengan cara memenjarakan pemikiran masyarakat dalam wilayah pemikiran tertentu dan mengehentikan perkembangan pemikiran mereka. Dalam sistem perundang-undangan Islam, tidak terdapat pembatasan berpikir. Setiap orang harus bebas dalam mengemukakan pemikiran secara riil dan bebas
Watak Revolusi Islam Iran dan Komponen-Komponennya
Perjuangan terus berlangsung ketika semenjak akhir abad pertama hijriah, guna memberikan warna nasionalisme dan Arabisme pada revolusi Islam. Tidaklah dimaksud bahwa semua orang yang berpartisipasi di dalamnya semuanya harus memiliki jiwa Islam atau orang-orang yang memiliki kecenderungan jiwa Islam itu mempunyai tingkat yang sama, sebab yang dijadikan pertimbangan dalam hal ini adalah semangat dan arah revolusi pada umunya. Revolusi yang ada pada masa awal Islam tidak khusus bagi kaum muslimin saja yang ikut berpartisipasi, sebab di dalamnya ikut pula kelompok minoritas yang lain, semisal Yahudi dan Nasrani dan beberapa kelompok minoritas lainnya.
Hal ini terjadi sebab kelompok minoritas memperoleh tekanan dari kelompok mayoritas keagamaan yang resmi diakui dan mereka sadar bahwa kehidupan di bawah kibaran panji Islam itu jauh lebih mulia ketimbang tetap berada di bawah naungan agama lain. Kendatipun mereka juga tetap sebagai minoritas di bawah naungan kekuasaan Islam.
Setelah memperoleh kemenangan di Iran, revolusi Islam kemudian mengulurkan tangan kasih sayang kepada kelompok minoritas keagamaan yang ada pada waktu itu, khususnya minoritas Yahudi. Dengan demikian kelompok keagamaan minoritas telah memainkan peran yang nyata dalam kemenangan Islam. Peran tersebut tidak harus memaksa kita untuk mengatakan bahwa revolusi pada masa awal Islam itu adalah revolusi Yahudiah-Islamiah. Sebab, jiwa yang ada pada revolusi itu tetap Islam.
Masa Depan Revolusi Islam
Sejarah Islam telah menyaksikan munculnya suatu revolusi yang sangat penting pada awal pertama abad kesatu hijriah, yakni revolusi pada masa akhir pemerintahan Utsman. Pada masa pemerintahan Utsman, pintu-pintu penggunaan kekayaan umum terbuka lebar-lebar, dan ada dua golongan pepecahan saat itu; yaitu orang-orang yang merasakan kelaparan dan orang-orang yang kenyang. Ini menunjukkan betapa buruknya kebijakan politik pada masa kekhalifaan Utsman. Kemerdekaan dan kebebasan adalah hal yang menarik untuk dibahas budak-budak adalah jenis lain dari orang orang yang tidak memiliki kemerdekaan, di mana dari mereka menjadi hamba bagi yang lainnya.
Pada masa revolusi Islam dalam nisbatnya adalah tidak mungkin untuk memimpin revolusi, sebab revolusi menurut marxisme tentu saja marxismenya kelompok kedua yang menyarankan pendapatnya sesuai dengan Al-Qur'an dibangun atas pundak-pundak kaum proletar yang menentang kelompok borjuis dan para penguasa.
Berdasar atas pandangan ini, mereka meyakini bahwa tidak mungkin pemimpin itu muncul dari kelompok yang berasal dari kalangan penguasa, tetapi para pemimpin agama memainkan peran yang amat penting dalam memelihara dan melestarikan revolusi. Dan mereka harus dipertahankan pada posisinya yang sebenarnya, dengan sebaik-baiknya agar mereka selalu berada di awah naungan petunjuknya.
Penutup
Hak yang paling asasi yang harus ditumbuh-kembangkan adalah hak untuk berpikir dan bependapat. Tentunya proses ini memerlukan kebebasan, berupa tiadanya halangan, rintangan, dan hambatan. Seorang muslim memiliki hak untuk berpikir dan berpendapat, pada kebanyakan ayat Al-Qur’an menyerukan berinteraksi berpikir dan berpendapat tentang penciptaan semesta. Manusia dituntut untuk mengenal segala yang menguntungkan dan merugikan bagi dirinya. Kita dituntut agar bebas dari kesesatan dan penyimpangan, sehingga dapat melangkah maju untuk menemui Kesempurnaan.

0 Komentar