Jenderal Soedirman berpesan; HmI
(Himpunan mahasiswa Islam) tidak lain adalah suatu “Harapan Masyarakat Indonesia”. Petuah Sang Jendral inilah yang kemudian tersampaikan dalam buku Merebut Optimisme: HMI dan Masa Depan
Indonesia, karya Arief Rosyid Hasan, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan
Mahasiswa Islam ( PB HMI ) periode 2013-2015. Buku ini hendak mengingatkan kepada kita, khususnya kader
HmI yang masih berada di bangku kuliah, tentang bagaimana HmI di masa depan, apakah HmI mampu beradaptasi dengan roda zaman? Ataukah HmI akan terdisrupsi
oleh zaman?
Jika berbicara masa depan HmI, setidaknya ada empat hal yang perlu dilakukan; yaitu menciptakan aktivis yang baik, menciptakan akademisi yang baik, memiliki sifat profesionalisme, serta harus menghasilkan enterprenuer yang baik pula. (M. Arief Rosyid Hasan: Merebut Optimisme, hal xiii)
Jika berbicara masa depan HmI, setidaknya ada empat hal yang perlu dilakukan; yaitu menciptakan aktivis yang baik, menciptakan akademisi yang baik, memiliki sifat profesionalisme, serta harus menghasilkan enterprenuer yang baik pula. (M. Arief Rosyid Hasan: Merebut Optimisme, hal xiii)
Menjawab Persoalan Bangsa
Memang benar, bahwa HmI adalah organisasi yang memiliki sejarah yang besar, sejak pasca kemerdekaan. Namun, HmI juga harus siap dengan segala tantangan yang sedang dan akan dihadapi dari masa ke
masa. Terlebih lagi, Indonesia pada tahun 2035 diperhadapkan dengan yang namanya Bonus Demografi, di mana 2 orang usia produktif (15-65 tahun) akan menanggung 1 orang usia yang tidak produktif (usia 15 tahun ke bawah dan usia 65 tahun ke atas). Pertanyaannya adalah, apakah kita bisa menanggung seseorang yang lain, saat diri sendiri saja sulit ditanggung? Inilah tantangan yang akan kita hadapi bersama.
Salah satu solusi yang ditawarkan dalam buku Merebut Optimisme dalam menyambut Bonus Demografi ialah, pengkaderan HmI perlu diperkaya dengan wawasan keprofesian dan kewirausahaan. Menghidupkan kembali lembaga keprofesian pada level komisariat dan cabang akan memberikan daya yang selama ini kembang kempis, tanpamelupakan komitmen Keislaman dan Kebangsaan, tentunya. Suatu negara bisa maju atau tidak tergantung dari semanga. Semangat itulah yang diusung HmI sebagai anak kandung bangsa Indonesia. Spirit itulah yang termanifestasi dalam tujuan HmI, dalam Insan Cita. Tujuan tersebut merupakan komitmen HmI untuk membangun Indonesia. Untuk itu, HmI ke depan harus mampu menjawab tantangan kebangsaan dengan sikap profesional, meningkatkan keimanan, serta inovasi.
Salah satu solusi yang ditawarkan dalam buku Merebut Optimisme dalam menyambut Bonus Demografi ialah, pengkaderan HmI perlu diperkaya dengan wawasan keprofesian dan kewirausahaan. Menghidupkan kembali lembaga keprofesian pada level komisariat dan cabang akan memberikan daya yang selama ini kembang kempis, tanpamelupakan komitmen Keislaman dan Kebangsaan, tentunya. Suatu negara bisa maju atau tidak tergantung dari semanga. Semangat itulah yang diusung HmI sebagai anak kandung bangsa Indonesia. Spirit itulah yang termanifestasi dalam tujuan HmI, dalam Insan Cita. Tujuan tersebut merupakan komitmen HmI untuk membangun Indonesia. Untuk itu, HmI ke depan harus mampu menjawab tantangan kebangsaan dengan sikap profesional, meningkatkan keimanan, serta inovasi.
HmI untuk Rakyat
Sebagai kader HmI diharapkan mampu mengembalikan citra HmI yang baik kepada masyarakat. HmI harus menjadi pemberdaya dan membawa api perubahan dalam masyarakat. Kader HmI harus bekerja untuk mendorong kekuatan sipil, peningkatan kapasitas warga di berbagai bidang, serta menjadi jembatan advokasi atas kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat.
HmI Back to Campus
Sebagai lembaga intelektual, tak
ada pilihan lain kecuali mengembangkan budaya literasi; membaca, menulis, dan diperkaya dengan berdiskusi. Tiga aktivitas elementer inilah yang selama ini barangkali
dianggap sepele Padahal, aktivitas tersebut sesungguhnya menjadi modal utama dalam membangun fundasi karakter yang bermanfaat bagi masa ini maupun, masa depan.
Disadari atau tidak, salah satu
letak kelemahan Indonesia di era Globalisasi saat ini adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang profesional, serta memiliki komitmen nasionalisme dan
religiusitas (keagamaan) yang kuat. Begitu banyak pengangguran terdidik dari alumni
perguruan tinggi yang menunjukkan rendahnya kualitas pembelajaran yang
menyebabkan peserta didiknya tidak memiliki keterampilan teknis, inovatif dan
kreatif (M. Arief Rosyid Hasan: Merebut Optimisme, hal 118).
Penutup
Sebagai sebuah janji atas kelahirannya,
HmI dengan segala identitas yang melekat pada dirinya sebagai organisasi kader
dan perjuangan dituntut untuk mampu terus mempertajam nalar reflektifnya dalam
menjawab tantangan zaman. Dengan melihat peluang yang sedemikian terang pada masa akan datang, HmI
tentu tidak boleh hanya menjadi penonton saja. Komitmen dasar untuk membangun
pendidikan tidak lagi sekedar kiasan yang hanya bermakna retoris tanpa ada
langkah nyata secara organisatoris. Mengutip
kata sambutan Dr. Akbar Tandjung, para kader HmI juga dituntut mencerminkan
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, suatu Islam yang moderat, dan tidak ekstrem (M. Arief Rosyid Hasan: Merebut
Optimisme, hal xxi).

0 Komentar