Membangun Generasi Qurani


Buku membangun generasi qurani ditulis oleh dua Ulama besar kenamaan Iran, Ayatullah Imam Khomeini dan Syahid Murtadha Muthahhari. Buku ini mengambil pendekatan atau perspektif dari Ulama-Filsuf. Maka, sepanjang gagasan dalam buku ini memuat pandangan-pandangan religius, serta filosofis pula. Terbagi ke dalam dua bagian, di mana setiap bagian ditulis oleh masing-masing penulis-ulama tersebut.


Al-Qur’an: Pintu Mengenal Allah


Al-Qur’an merupakan kausa materil dalam membentuk manusia sempurna. Seluruh tuntunan untuk menuju kepada Tuhan yang Maha Sempurna telah dijabarkan secara sempurna pula oleh Al-Qur’an. Dalam upayanya menapaki jalan Kesempurnaan, Al-Qur’an juga berfungsi untuk memajukan kehidupan manusia di dunia. Maka tidak heran, jika banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an mengisahkan tentang negeri-negeri yang binasa dan petunjuk untuk membangun bayang-bayang surga di muka bumi. Sehingga wajar saja jika Al-Qur’an juga berperan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia.

Untuk menciptakan peradaban yang luhur di muka bumi, Al-Qur’an menyeru manusia untuk mendayagunakan akalnya secara luhur dan optimal. Jika Al-Qur’an adalah petunjuk naqliah, maka akal adalah petunjuk aqliah. Kedua petunjuk tersebut harus selalu digunakan secara koheren dan koresponden. Akal membedakan manusia dengan hewan, sementara penggunaan akal yang berlandaskan Al-Qur’an membedakan kaum muslim dengan manusia lainnya yang seringkali bersikap akal-akalan. Itulah mengapa Al-Qur’an disebut sebagai muara hikmah dan pintu untuk mengenal Allah Swt.

Al-Qur’an turun pada 17 Ramadhan, malam itulah yang kemudian disebut malam Nuzulul Qur’an, satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah adanya garansi dari Allah Swt terhadap ketidakmungkinan Al-Qur’an mengalami perubahan. Selain itu, Al-Qur’an juga mencakup semua bidang, mulai dari sejarah, matematika, teologi, biologi, Bahasa, logika, hingga ilmu tentang eskatologi. 

Mukjizat lain dari Al-Qur’an ialah kemampuannya untuk membersihkan jiwa manusia dari kesesatan. Bahkan, Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh alam semesta, bukan sekadar untuk umat Islam, atau spesies manusia saja, melainkan petunjuk pula bagi seluruh lapisan masyarakat, tetumbuhan, bebatuan, hewan, jin, dan makhluk lainnya.. Itulah beberapa dari tujuan dan dimensi Al-Qur’an.

Keutamaan Belajar dan Mengajarkan Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an selayaknya dengan tilawah dan tartil yang baik dan benar, sehingga menghadirkan getaran di jiwa dan ketenangan bagi yang mendengarnya. Salah satu adab tartil adalah membaca Al-Qur’an secara perlahan-lahan (QS. Al-Muzammil, ayat 34). Selain membaca dengan tilawah dan tartil, selayaknya pula disertai dengan tafakur (perenungan) pada ayat-ayat Ilahiah dan misi kitab yang mulia.

Setelah membaca dan merenungi ayat-ayat Allah Swt, diperlukan pula upaya untuk menghafal, menafsirkan sesuai kaidah tafsir dan berguru pad mufassir, yang berpuncak pada pengamalan Al-Qur’an dalam perilaku sehari-hari. Salah satu tanda Al-Qur’an telah menjadi pedoman keseharian kita adalah kesesuaian Al-Qur’an dengan kondisi jiwa dan obat bagi segala macam penyakit. Seiring mempelajari Al-Qur’an, maka manfaat Al-Qur’an insyaAllah akan terasa dalam jiwa dan raga pada kehidupan sehari-hari kita. 

Salah satu indikatornya adalah hilangnya hijab kita atas berbagai pandangan sesat, termasuk hijab dari pandangan kita sendiri yang terburu-buru dalam berpikir, tanpa tafakur, dan mendahulukan penafsiran pribadi (rakyu). Di sisi lain, Al-Qur’an juga menghilangkan hijab kita yang terbentuk dari segala maksiat-maksiat kita, termasuk hijab karena cinta dunia.

Pemuda Sebagai Pilar Agama 

Di samping tanggungjawab individu (seperti ibadah shalat, puasa, dan sebagainya), manusia juga mengemban tanggungjawab sosial, diantaranya tanggungjawanb untuk mencerdaskan generasi. Itu artinya, selain dosa dan pahala individu, dikenal pula dosa dan pahala sosial. Salah satu dosa sosial atau generasi adalah membiarkan generasi terbentuk tanpa kendali akal dan Al-Qur’an. Keberadaban dan kebiadaban generasi sekarang adalah tanggungjawab generasi terdahulu. Sementara keberadaban dan kebiadaban generasi mendatang adalah tanggungjawab generasi masa kini. 

Sayyidina ‘Ali berpesan, didiklah anakmu sesuai dengan konteks generasinya. Itu artinya, mendidik generasi sekarang dengan pola pendidikan di mana kita dididik dahulu merupakan suatu kedzaliman. Itulah mengapa metode kepemimpinan adalah relatif dan harus terus berkembang sesuai dengan konteks zaman dan generasi. Menurut sosiolog, generasi adalah siklus dua puluh tahunan yang mengikat suatu identitas kolektif tertentu. 

Penyesuaian terhadap konteks zaman menjadi sebab bagi adanya perubahan diantara mukjizat antara Nabi yang satu dengan Nabi yang lainnya. Persis seperti sabda Rasulullah Saw; “Kami, para Nabi, telah diperintahkan untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan tingkatan akal mereka.” Begitulah metode para Nabi.

Dikarenakan generasi mendatang dipimpin oleh generasi muda, maka pembangunan generasi muda menjadi begitu penting. Hal ini menjadi semakin penting mengingat generasi muda merupakan generasi yang berpola piker berkembang dan maju. Maka, penting kiranya pula untuk menjadi seorang alim (berpengetahuan tingggi) di zaman kita hidup. Seperti yang diriwayatkan oleh Sayyidina ‘Ali; barangsiapa yang tidak mengenal zamannya, maka zaman akan menggilasnya. Olehnya itu, kita harus memahami esensi zaman kita untuk kemudian membangun generasi sesuai dengan konteks zaman, namun tetap dalam kodiror Al-Qur’an dan akal yang luhur.

Apa yang Harus Dilakukan?

Memahami kelemahan dan keunggulan dalam setiap generasi. Jangan sampai kita tersandung oleh kesenjangan atau bahka konflik generasi, yaitu situasi di mana generasi tua menganggap generasi muda adalah generasi yang bobrok, sementara generasi muda menganggap generasi tua adalah generasi yang tidak tahu persoalan dan lamban. Diperlukan pemahaman terhadap konteks generasi dan dialog lintas generasi.

Kita tidak boleh mengatakan bahwa generasi berjalan semakin biadab atau justru semakin beradab. Pemujaan atau penghinaan terhadap generasi masa lalu dan generasi masa depan merupakan kedzaliman. Karena biadab dan beradabnya suatu generasi bukan hanya ditentukan oleh aktor sosialnya, melainkan pula keluhuran visi, teladan dari masyarakat dalam generasi tersebut, dan konsistensi mereka terhadap petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan keluhuran akal.

Generasi muda hari ini memiliki sederet keunggulan, namun menyisakan tidak sedikit pula kelemahan-kelemahan. Kita harus mengindentifikasi kesulitan dan tantangan generasi masa kini. Mengurai problematika, kemudian bermusyawarah mencari solusi terbaik, hingga akhirnya bergotong-royong dalam menjalankan solusi bersama tersebut. Kita harus mencari faktor penyebab mengapa manusia condong kepada ateisme dan materialisme yang dibawa Barat, sembari mencermati tanda-tanda perkembangan intelektual.

Jangan sampai generasi kita termasuk generasi yang meninggalkan Al-Qur’an. Apalagi menurut Sabda Rasulullah Saw, bahwa periode kaum muda merupakan masa yang penuh dengan tahap-tahap obsesi. Karenanya, pembangunan generasi harus dibangun dengan semangat menuntut ilmu, sehingga tercipta keagungan bagi generasi muda yang menyembah Allah Swt, yaitu suatu keagungan yang berada pada orang-orang yang menghabiskan masa mudanya dalam ketaatan kepada Allah Swt berdasarkan tuntutan akal luhur dan Al-Qur’an. Itulah petunjuk untuk membangun generasi qurani.



Posting Komentar

0 Komentar