Jangan Bunuh KPK

Sudah tidak perlu ditegaskan lagi, korupsi adalah masalah utama bangsa kita. Tentu saja masih banyak masalah bangsa yang lain. Tetapi korupsi adalah salah satu akar masalahnya. Kemerdekaan kita dirampas oleh koruptor. Negara ini telah merdeka, namun efek pembangunan belum dirasakan oleh banyak warga negara, karena korupsi yang merajalela. Pendidikan dikorupsi. Kesehatan dikorupsi. Tidak ada satu bidang pun yang terbebas dari penyakit korupsi.

Seharusnya, korupsi dapat dicegah dan diberantas. Dicegah dengan kejujuran, diberantas dengan penegakan hukum yang efektif. Namun, pendidikan kejujuran kita sendiri sudah koruptif. Berbohong, menyontek, berlaku curang adalah bagian dari tingkah perilaku yang masih marak kita dengar di banyak pemberitaan. Di sisi lain, pilar pemberantasan korupsi juga mandul. Praktik korupsi juga mewabah dengan ganas pada profesi penegakan hukum. 

Dalam sejarahnya, perang melawan korupsi di Indonesia sering berhenti karena nafas kemauan politik yang tak cukup panjang. Korupsi itu sendiri sejarahnya sudah mulai menggejala pada era sebelum kemerdekaan, ketika Negara Indonesia belum memiliki nama, masih sebagai kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri. Masing-masing orde di Indonesia, sejak orde lama, orde baru hingga orde reformasi memiliki jejak sejarahnya masing-masing dalam memberantas korupsi. Namun demikian, berbagai macam upaya, yang juga dikupas secara lebih detail dalam kajian ini. Hal ini diakibatkan oleh sentimen rezim penguasa dengan berbagai macam pengaruh dari jaringan, orang-orang terdekat yang ada di sekelilingnya, maupun para pebisnis yang tak menyukai langkah-langkah progresif melawan korupsi, untuk menghentikan dan mendelegitimasikannya.

Dari berbagai macam inisitiatif Negara melawan korupsi, yang telah atau yang pernah di lakukan pada Orde Lama, seperti PARAN (Panitia Retooling Aparatur Negara), Operasi Budhi dan Kotrar (Komando tertinggi Retooling Aparat Revolusi) berhenti karena faktor prestise Presiden yang tidak boleh diganggu. Berlanjut ke Orde Baru, berbagai macam usaha juga diambil, seperti pembentukan TPK (Tim Pemberantas Korupsi) yang diketuai Jaksa Agung, dan Operasi Tertib (Opstib) yang cepat menguap tanpa banyak hasilnya, karena tak dapat menyentuh korupsi pada level elit. Ketidakmauan politik adalah pengganjalnya. 

Pada era Reformasi, terutama pada generasi awal, Indonesia kembali menabuh genderang perang melawan korupsi, dimulai dengan pembentukan KPKPN, KPPU dan lembaga Ombusdman. Kemudian dilanjutkan pada pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada era Gusdur. Pada akhirnya, KPKPN berganti menjadi KPK, dan TGPTPK di bubarkan oleh MA melalui sebuah putusan judicial review. 

Barangkali, nafas yang cukup panjang ada di KPK. Usia lembaga ini sudah mencapai 13 tahun, sebuah capaian yang paling banyak diantara organisasi atau lembaga pemberantas korupsi yang pernah dibentuk sebelumnya. Dari segi kelembagaan pun KPK dipandang lebih baik dari pada yang lahir sebelumnya. Barangkali karena KPK, meskipun pada akhirnya, dipandang sebagai ancaman serius bagi penguasa. Hal itu dibuktikan kemudian dengan berbagai upaya untuk melawan balik KPK, seperti melalui Judicial Review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah dilakukan beberapa kali oleh pihak yang berbeda, hingga pada upaya pelemahan internal KPK yang terjadi secara periodik. Sementara pelemahan paling sering adalah melalui mekanisme legislasi, yakni revisi UU KPK. Dari semua usulan revisi atas UU KPK, tidak ada satupun yang mengarah pada penguatan kelembagaan KPK.

Kontinuitas Pemberantasan Korupsi

Pertarungan melawan koruptor, selalu menghadapi tantangan yang tidak mudah. Pertarungan tidak selalu berentuk fisik. Tetapi juga merambah pada pertentangan gagasan dalam aturan antikorupsi. Itu dapat dilihat melalui lika-liku dalam perjalanan lembaga antikorupsi. Seperti yang dikatakan Michael Cerres bahwa “Melindungi diri dari virus bukanlah perkerjaan sehari. Bahkan mustahil membunuh virus hingga paripurna. Yang mungkin adalah membangun sistem kekebalan tubuh untuk melindungi diri dari virus, dan mencegah virus agar tidak mengembangkan diri menjadi lebih kompleks dan menggasak tubuh."

Adapun upaya yang dapat kita lakukan yaitu dengan menguatkan program antikorupsi seperti semangat Klitgaard (1991) di dalam “Controlling Corruption”, semacam kerja-kerja membangun sistem dan lembaga antikorupsi yang kuat menjadi keniscayaan di dalamnya. Dalam berbagai perspektif pemberantasan yang dianalisis oleh Gillespie dan Okruhlik (1991), setidaknya ada empat strategi pemberantasan korupsi yang dapat dilakukan, yakni (1) strategi terkait masyarakat; (2) strategi terkait hukum; (3) strategi terkait pasar ;serta (4) strategi terkait politik. 

Sama dengan konsep perlawanan para koruptor, strategi menguatkan anti korupsi juga bisa dan sangat mungkin diperpanjang dengan berbagai analisis yang mungkin dapat menjadi penawar atas banal korupsi. Satu hal yang paling membedakan adalah niat dan ghirah yang kuat untuk melawan korupsi. Rasanya ini yang lelet di republik ini. Dalam konsep kemampuan (ability), kita rasanya cukup mampu. Banyak yang bisa membangun sistem dan menguatkan upaya pemberantasan korupsi. Tapi yang lemah adalah kemauan (willingness). Tatkala unable dan unwilling bertemu, biasanya petaka akan tercipta. Yang dibutuhkan adalah sosok-sosok kuat yang mau dan mampu membangun perlawanan. Yang dibutuhkan orang yang paham dengan kemampuan membaca kemungkinan serangan.

Penutup

Dengan melihat perjalanan sejarah lembaga antikorupsi di tanah air, kita dapat dengan mudah menyimpulkan bahwa upaya pemberantasan korupsi memang tidak pernah mudah. Upaya membentuk badan khusus untuk memberantas korupsi, dengan kewenangan khusus untuk memberantas korupsi, seringali mendapat perlawana melalui upaya pelemahan, tentunya dari pihak yang merasa terancam dengan lembaga semacam itu.

Keberadaan KPK selama 13 tahun terakhir telah membawa angin perbaikan dalam hal pemberantasan korupsi. Maka, setiap kita yang bercita-cita Indonesia ke depan lebih bersih dari praktik korupsi harus mengawal KPK menjadi lembaga yang lebih efektif, dan membentenginya dari setiap serangan balik yang berkehendak melemahkannya ataupun membubarkannya.

Posting Komentar

0 Komentar