Sebuah peribahasa arab termasyhur menyatakan; sesuatu akan diketahui dengan cara mengetahui lawannya masing-masing. Ketika kita berbicara tentang kebebasan, yang muncul dalam benak kita adalah konsep yang berpunggungan dengan kebebasan, yaitu pemasungan dan perbudakan. Bagaimana agar tidak terjadi kekeliruan terkait dengan pengertian umum dari istilah kebebasan? Maka pemahaman kita harus terbiasa dengan berbagai makna yang dikandungnya. Berikut makna-makna Kebebasan;Kebebasan sebagai Kemandirian
Salah satu makna atau arti kebebasan adalah bahwa siapapun harus benar-benar mandiri, tidak berada di bawah atau bergantung pada selainnya, serta tak satupun makna ketergantungan yang dapat diterapkan padanya (Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Freedom, hal 14). Konsekuensi logis dari pendapat ini adalah tidak adanya kepengaturan Tuhan terhadap alam semesta yang diciptakan-Nya. Jelas ini tidak kompatibel dengan pandangan Islam yang monotheis.
Kebebasan sebagai Kehendak Bebas
Kebebasan sebagai Kehendak Bebas
Predeterminasi (Jabr) dan Kehendak bebas (ikhtiar) adalah pembahasan yang sudah sangat tua. Jika manusia tidak punya kebebasan dalam memilih untuk melakukan sesuatu, artinya sia-sia pilihan itu. Ada banyak ayat Al-Qur'an yang memperkuat pendapat bahwa manusia punya otonomi terhadap pilihannya. Salah satunya adalah ayat Al-Qur'an; "Katakanlah kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka bagi siapa yang mau berimanlah, dan bagi siapa yang tidak mau, kufurlah! Sungguh, Kami telah perlihatkan kepadanya jalan, apakah dia bersyukur atau kufur."
Kebebasan sebagai Keterikatan Minimal
Kebebasan sebagai Keterikatan Minimal
Syair Hafiz: Aku adalah budak siapa saja yang berada di kolong langit. Bebas dari segala jenis keterikatan. Menurut M.T.M Yazdi, makna dari syair ini adalah menghapuskan kecintaan dan keterikatan kepada selain Tuhan. Membunuh kecintaan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi.
Kebebasan Versus Perbudakan
Kebebasan Versus Perbudakan
Makna keempat dari kebebasan berlaku dalam ranah sosial. Di sini kebebasan dimengerti vis-a-vis perbudakan.
Kebebasan dalam Terminologi Hukum dan Politik
Kebebasan dalam Terminologi Hukum dan Politik
Salah satu makna kebebasan dewasa ini yang paling sering digunakan dalam bidang hukum dan politik adalah kebebasan dalam pengertian "penguasaan atas nasib seseorang" (Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Freedom, hal 25).
Intinya setiap manusia memiliki hak terhadap dirinya sendiri, dan tak seorangpun bisa merampasnya. Pun Nabi, serta manusia lain yang dikuduskan kedudukannya. Jika tidak mendapat izin dan kerelaan dari orang tersebut, sesungguhnya tak seorangpun berhak mengeluarkan pernyataan dan perintah terhadapnya.
KEBEBASAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Dalam pandangan Islam, manusia ibarat lokomotif yang sedang melaju. Dengan kata kain, manusia sedang bergerak dari titik awal dan mengarah ke tujuan tertentu yang merupakan kesempurnaan paling mulia dan kebahagiaan paling agung (Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Freedom, hal 27). Manusia diberikan instrumen oleh Tuhan untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hanya dengan begitu setiap perilaku manusia akan bernilai.
Hukum Moral dan Legal
Ketidakpatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku hanya akan merugikan diri sendiri. Misalnya di sekolah, hukum yang berlaku adalah peserta didik harus rajin ke sekolah, mengerjakan tugas, dan patuh terhadap aturan-aturan lain yang ditetapkan oleh sekolah. Pertanyaannya, apakah dengan adanya aturan itu kita kemudian tidak bebas? Jawabannya adalah tidak. Justru itu merupakan syarat untuk kita sampai pada tujuan yang dicita-citakan, yaitu lulus dengan nilai yang memuaskan.
Perbedaan Pandangan seputar Hukum
Perbedaan Pandangan seputar Hukum
Tidak ada lagi perbedaan tentang kemestian hukum dalam mengatur kehidupan manusia. Permasalahannya sekarang adalah perbedaan pandangan tentang hukum itu sendiri. Dapat kita kategorikan ke dalam dunia pembahasan besar, pertama adalah budaya ketuhanan, kemudian kedua, budaya barat (empirik). Dua jenis Kebudayaan ini memiliki sejumlah perbedaan yang fundamental, berikut pembahasannya;
1. Tiga Pilar Budaya Barat.
Yang pertama humanisme, sebuah pandangan yang meyakini bahwa konsep tentang Tuhan dan agama bukan urusan Manusia. Kedua; Sekularisme, sebuah pandangan yang memisahkan antara agama dengan perkara fundamental yang berkaitan dengan kehidupan manusia, seperti politik, ekonomi, dan hukum. Pilar terakhir Liberalisme, sebuah pandangan yang meyakini bahwa manusia tidak boleh dibatasi oleh apapun.
2. Perbedaan Mendasar Budaya Barat dan Budaya Islam
2. Perbedaan Mendasar Budaya Barat dan Budaya Islam
Pertama kita telaah persoalan Humanisme dan supremasi ketuhanan, bahwa bukan manusia tolak ukur kesenangan, Tuhan adalah satu-satunya asal segala ide, serta gerak apapun di dunia. Dalam hal sekularisme, pandangan Islam sebelum melakukan aktifitas, misalnya ekonomi, terlebih dahulu akan berbicara apakah ini halal atau haram, baik atau buruk, berkah atau tidak berkah. Islam tidak memisahkan persoalan duniawi dengan persoalan agama. Terakhir Liberalisme, dalam perspektif Islam manusia mesti menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
3. Ruang Kebebasan; Perspektif Islam dan Barat
Tidak ada kebebasan yang absolut, semua manusia yang rasional sepakat bahwa kita tidak boleh bebas sebebas-bebasnya melakukan apa saja yang kita inginkan. Lalu kemudian muncul pertanyaan, sampai di mana ruang lingkup hukum mendukung dan membatasi kebebasan? Dalam hal ini antara perspektif Islam dan barat mempunyai perbedaan pendapat. Dalam perspektif barat, kebebasan akan dibatasi kapan saja itu mengancam kepentingan materil manusia. Dalam sudut pandang ketuhanan, manusia bergerak menuju Tuhan dan kesempurnaan abadi. Selayaknya hukum diharapkan melapangkan perjalanan itu. Artinya bahwa ruang hukum bukan hanya pada persoalan materil, tapi juga spritual.
4. Kepentingan Spiritual dan Religius Versus Kepentingan Materil
Dalam perspektif ketuhanan, kepentingan religius jauh di atas kepentingan materil. Pun hemat resentor, materil juga penting dalam hal menunjang kelangsungan hidup demi mencapai kepentingan religius.
5. Mazhab Hukum Alam
Manusia memiliki kecenderungan alamiah masing-masing pada dirinya. Misalnya menurut Aristoteles; orang kulit hitam secara fisik lebih kuat dari orang kulit putih, sehingga orang kulit hitam lebih pantas di pekerjaan fisik, sementara orang kulit putih lebih tepat mengurus tentang administrasi di kantor-kantor. Pun sebenarnya ini dibantah, dan butuh waktu dan ruang lebih banyak untuk membahas persoalan ini.
6. Batas Hak Asasi Manusia di Barat
Contoh dari HAM yang dimaksud adalah ; kebebasan berekspresi, kebebasan memilih tempat tinggal, kebebasan memilih pekerjaan, kebebasan memilih agama, kebebasan memilih pasangan hidup, dan sebagainya. Namun dalam hal ini peran hukum sangat penting, agar kebebasan tidak kebablasan.
7. Kontradiksi seputar Batas Kebebasan
Paradoks seputar kebebasan adalah pembatas dari kebebasan itu sendiri. Legitimasi yang dimaksudkan di sini sebagai moral rasional mengalami banyak kerancuan.
8. Bidang Kebebasan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia
Hal pertama yang patut dikedepankan untuk menentukan batas kebebasan individu adalah kebebasan orang lain. (Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Freedom, hal 61). Tapi apakah aspek spiritual termasuk dalam kategori menghalangi kebebasan orang lain? Dalam pandangan barat, persoalan spiritual tidak termasuk. Misalnya seorang penulis bernama Salman Rushdie yang terang-terangan menghina Islam, kejadian ini tidak dianggap sebagai merampas kebebasan orang lain, ini adalah kebebasan berekspresi.
9. Problem Kategorisasi Kebebasan di Barat
Dalam pandangan barat, kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama yang ditetapkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia saling berkontradiksi satu sama lain.
KEBEBASAN BERAGAMA DAN BEREKSPRESI
Beberapa orang intelektual menyatakan bahwa dua perkara di atas adalah kebebasan yang berdiri diatas hukum. Pun kemudian tetap dibantah bahwa tidak ada satupun hukum yang bisa membatasinya.
Kebebasan Beragama dalam Lingkup Hukum
Manusia berhak sepenuhnya untuk memilih agama yang dia ingini, karena sesungguhnya dalam agama tidak ada paksaan. Dalam hal pandangan dunia dan ideologi tidak ada satupun hukum yang dapat membatasinya. Lain hal ketika kita berbicara tentang mengekspresikan gagasan kita perihal agama yang kita yakini, hukum mengatur ini dengan jelas. Contoh misalnya HTI secara kelembagaan dilarang di Indonesia.
Kebebasan Berekspresi di Barat; dari Slogan ke Realitas
Yang sebenarnya terjadi sekaitan dengan masalah ini adalah bahwa kebebasan berekspresi di Barat hanyalah slogan belaka. (Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Freedom, hal 69). Bila muncul masalah yang tidak selaras dengan kepentingan mereka, maka tak ada yang disebut dengan kebebasan berekspresi.
Pandangan Islam tentang Kebebasan Berekspresi dan Pers
1. Eksposisi pertama; Tulisan dan pidato di media memberikan pengaruh besar terhadap perubahan kondisi sosial, sehingga dalam pandangan yang pertama ini Islam memberikan frame bahwa pers mestinya terikat oleh sebuah tujuan mulia, yaitu mendekatkan manusia kepada Tuhan, sebagai tolok ukur kesempurnaan. Sehingga mestinya pers merawat konten atau isi agar selalu berjalan pada rel yang benar.
2. Eksposisi kedua; Dari sudut pandang Islam, setiap orang bebas mengekspresikan keyakinannya, kecuali bila itu dibarengi dengan melakukan sesuatu yang tidak selaras dengan kepentingan manusia (Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Freedom, hal 77). Kepentingan dalam hal ini mencakup 2 hal, yaitu material dan spiritual. Artinya bisa saja setiap orang mengekspresikan keyakinannya selama dalam dua hal tersebut kita tidak merugikan orang lain.
Ekspresi Non-Verbal dan Media Komunikasi
Masalah yang perlu diperhatikan adalah buku, terbitan berkala, media film, internet, atau ringkasnya, segala sesuatu yang dalam satu atau lain cara telah menjalankan fungsi sebagai penyampai pesan, yang dalam kenyataannya terkandung dalam berbagai jenis ekspresi dan komunikasi (Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Freedom, hal 81).
Tanggung Jawab Berekspresi
Perihal tanggungjawab berekspresi, Islam tidak hanya mengurusi soal larangan dan batasan, tapi juga menganjurkan menyampaikan nilai-nilai kepada khalayak dalam bentuk pencerahan dari kondisi kekufuran, kemusyrikan, melalui pena, lidah, film, dan sebagainya. Bahkan dalam pandangan Islam hal itu wajib dilakukan oleh orang-orang yang berpengetahuan. Dalam pidatonya, Almarhum Imam Khomeini berkata; jika tidak berteriak dan mengeluarkan suara (kebenaran tentang suatu hal) maka seseorang telah melakukan dosa besar (Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Freedom, hal 85). Sehingga berekspresi tidak hanya dipandang sebagai hak, melainkan tugas (taklif).
Kebebasan Bertanya
Islam tidak pernah menindas atau melarang diajukannya sebuah pertanyaan, hanya saja tentu pertanyaan itu dalam upaya mengedukasi masyarakat. Perihal pertanyaan, Islam mengatur tata cara dan prasyaratnya. Yang dikhawatirkan adalah jangan sampai pertanyaan itu merusak yang lain, yaitu membuat orang terseok-seok dalam proses pencariannya mencari kebenaran tentang sesuatu.
TANYA JAWAB
Penulis menganggap bahwa masih banyak keraguan di pembahasan sebelumnya yang belum tertuntaskan, maka di bab terakhir penulis akan membahas keragu-raguan itu dan jawaban terhadapnya. Resentor akan mengutip beberapa diantaranya.
1. Seputar Hukum Wajib dan Tuntutan Kemanusiaan
Tanya: Dalam bahasa logika, kebebasan adalah esensi manusia. Memasung kebebasan sebenarnya bermakna mengingkari kemanusiaanya. Olehnya itu tidak sepatutnya agama mengeluarkan hukum yang meniscayakan manusia wajib untuk melakukannya. Seperti patuh kepada Nabi, Al-Qur'an, dan sebagainya. Secara tidak langsung, kita tak ubahnya seperti seekor domba yang digiring kesana kemari.
Jawab; Dalam Islam, hukum bukan batasan terhadap kebebasan seseorang. Hukum dimaknai sebagai syarat untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Selama hukum itu tidak keluar dari norma serta tidak membunuh nilai kemanusiaan, maka hukum itu harus diikuti.
2. Pembatasan Pemerintah dan Tuntutan Kebebasan
Tanya; Pemerintah tidak berhak melaksanakan hukuman dan membatasi kebebasan rakyatnya. Sebab, dengan melakukan itu, akan tercipta rasa takut terhadap konsekuensi hukum serta perasaan tertekan, namun semua itu tidak menjamin seseorang tidak akan melakukan pelanggaran. Bagaimanapun, jika tidak ada hukuman dan pembatasan, setiap orang akan bebas melakukan apapun yang diinginkannya. Baik atau burukkah hak semacam itu?
Jawab; Tak seorang pun di dunia ini mempunyai hak absolut. Secara moral batasan kita adalah kebebasan orang lain. Jika apa yang kita lakukan sudah merampas hak orang lain, maka jelas itu adalah pelanggaran. Maka hukum adalah sebuah keniscayaan.
0 Komentar