Buku Fatimah adalah Fatimah ditulis oleh sosiolog Islam, Ali Syariati, dengan subjudul perempuan sebagai rumah cinta, air mata, dan kebangkitan. Di tengah-tengah sesaknya sumber informasi, muncullah berbagai pilihan model yang dijadikan kiblat oleh para wanita tentang bagaimana mereka seharusnya menjadi seorang wanita di era ini.
Contoh yang sedang trend saat ini adalah Kylie Jenner, Kim Kardashian, Behati Prinslo, Gigi hadid, dan Cara Delevigne. Mereka adalah ikon yang ditawarkan oleh dunia advertising, yang hanya bertahan sementara dan eksistensinya tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan mendasar seperti “setelah mendapatkan apa yang mereka idealkan, akan kemana mereka?” “Jika tubuh yang mereka jual telah melemah sembari dipenuhi keriput, masihkah mereka dilirik sebagai panutan?” Saya yakin jawabannya hanya senyuman tipis yang penuh akan keraguan dan kecemasan. Ya tentu, karena mereka semua hanya bermodalkan materi yang sifatnya hanya sementara.
Para wanita yang memiliki tangan dan kaki tapi tak tahu akan kemana ini memerlukan model, suatu contoh yang ideal, seorang pahlawan wanita yang tentunya tidak dijadikan sebagai contoh karena materinya dan tidak mungkin ditelan oleh waktu. Artinya walaupun eksistensinya sudah tiada, ia masih tetap pantas dijadikan sebagai panutan. Bagi mereka permasalahn tentang “siapakah saya?” akan menjadi “bagaimanakah saya?” adalah permasalahan yang mendesak.
Fatimah, melalui diri dan keberadaannya sendiri, menjawab tuntas pertanyaan mereka. Kemudian pertanyaan baru bermunculan, “Siapa perempuan itu?” “Darimana asalnya?” “Mengapa harus dia yang menggantikan Kylie Jenner yang mempunyai 6 Lamborgini. Atau Behati Prinslo seorang model Victoria Secret yang kecantikannya tiada tanding?” Pertanyaan-pertanyaan itu sangat wajar terjadi. karena ketidaktahuan, keegoisan untuk bertahan dalam comfort zone, dan desain kehidupan yang dibentuk agar masyarakat selalu nyaman bersahabat dengan hal-hal yang praktis, praktis, dan praktis. Sebelum menjawab kepantasan dan kemuliaan seorang Fatimah, ada baiknya kita membahas permasalahan ketidaktahuan yang memalukan ini, mengapa hal ini dapat terjadi di kalangan masyarakat terhadap sosok wanita yang sangat agung?
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Para Ilmuwan yang harus bertanggung jawab! Mereka tidak melaksanakan tanggung jawab mereka untuk memberikan kesadaran, keinsafan, dan pengarahan kepada rakyat. Mereka yang katanya jenius terlalu sibuk dengan filsafat, teologi, konjugasi, sintaksis, dan lainnya. Mereka menganggap enteng perihal yang mendasar namun memiliki dampak yang luar biasa, seperti risalah-risalah perkenalan tentang keluarga Nabi, keimanan rakyat, pengungkapan pikiran dan lainnya.
Mereka melemparkan kewajiban ini kepada para pembicara biasa di masjid-masjid, bukan kepada para orang yang berijtihad. Mereka tahu, namun membiarkan rakyat hidup terpenjara dalam ketidaktahuan. Buktinya tentang Fatimah ini, sangat minim akan publikasi terhadapnya dibanding ikon yang sedang diagungkan masyarakat. Padahal, seharusnya mereka berlomba-lomba menyerupai wanita mulia ini, malah mirisnya kebanyakan sama sekali tidak mengenal beliau.
Apa yang Harud Dilakukan?
Terdapat tiga metode yang dikenal dalam penyelesaian masalah. Yang pertama adalah konservatisme, ini merupakan metode pendekatan yang digunakan oleh para tradisionalis dan pengawal tradisi. Ia digunakan oleh sesorang yang memelihara suatu fenomena dengan sepenuh wujudnya. Dengan mengetahui semua takhayul masyarakat, ia masih mempertahankannya. Karena peranan yang lebih penting dari pengawal itu.
Yang kedua adalah Revolusionerisme, ini adalah metode yang membuang segala bentuk yang kita warisi dari masa lalu yang mengunci sendiri seperti belenggu. Kita harus secara mendadak memutuskan diri, lalu menghadapi segala sesuatu. Bila tidak, masyarakat akan tetap terbelakang, fanatik, dan stagnan.
Yang ketiga adalah Reformisme, ini merupakan metode yang dimanfaatkan seseorang yang percaya akan perubahan tradisi secara berangsur-angsur. Metode ini menyelamatkan masyarakat dari stagnasi kebiasaan. Perubahan harus sangat berangsur-angsur supaya berbagai golongan tidak saling berbenturan.
Berkaitan dengan permasalahan wanita ini, mari kita mecoba menyelesaikannya dengan mengikuti metode khusus dari Nabi yang berasal dari tradisi. Nabi memelihara bentuk, wadah dari suatu adat kebiasaan yang berakar mendalam di masyarakat, yang biasa digunakan rakyat dan yang dilakukan secara alami, tetapi beliau mengubah kandungannya, isinya, semangat, arah dan penerapan praktis adat kebiasaan itu secara revolusioner, langsung, dan menentukan.
Fenomena yang dihadapi wanita zaman ini, mereka ibarat dilepaskan di tengah hutan belantara tanpa ada pengetahuan pegangan yang ideal, kemudian seiring waktu berjalan wanita yang kosong ini menjadikan apa yang sering mereka lihat menjadi tradisi yang melekat, padahal Kylie Jenner, Kim Kardashian, Behati Prinslo, bukanlah jati diri mereka. Maka dari itu, mari kita dengan gagah menghadapi realitas yang telah ada dengan mengubah kandungan mereka menggunakan idealistis. Kita tidak boleh menyerah kepada realitas-realitas, melainkan kita membuat realitas-realitas menyerah kepada kita, kepada tujuan kita. Langkah awalnya sederhana yaitu: mendobrak kekosongan pengetahuan masyarakat.
Peranan Apa yang Dimainkan Wanita dalam Serangan Itu?
Yang dapat menolong wanita dalam keterpurukan yang terjadi, tidak lain dan tidak bukan hanyalah diri mereka sendiri. Mereka harus keluar dari kenyamanan tradisional yang tertidur dalam cetakannya, membuatnya jinak dan kuno. Mereka pun harus membentengi diri dari konsep boneka modern yang telah mengambil bentuk dalam cetakan musuh dan dalam proses itu telah menjadi penuh dan jenuh.
Para perempuan harus cermat terhadap slogan yang diberikan, jika sumbernya meragukan, tidak pula menggairahkannya. Mereka harus membebaskan diri dengan buku-buku, atau pengetahuan, atau pembentukan kultur dan visi yang berpandangan jelas, atau mengangkat standar kehidupan, akal sehat, dan tingkat perasaan dan tingkat penglihatan dari dunia.
Sekali lagi, para wanita tidak mungkin berada dalam jalan yang benar, ketika mereka sedang buta. Mereka butuh penuntun yang benar, mereka butuh guru yang membantunya menuju kesempurnaan, mereka menghendaki suatu model. Siapa dia? Fatimah!
Menjadi Anak Nabi Muhammad Saw
Fatimah adalah putri keempat dan termuda Nabi Muhammad Saw. Ia adalah seorang anak perempuan yang menjadi pemilik nilai-nilai ayahnya, ahli waris dari semua kehormatan keluarganya. Ia adalah kelanjutan dari mata rantai Adam dan melewati semua pemimpin kebebasan dan kesadaran dalam sejarah umat manusia. Fatimah lahir dengan kondisi masyarakat yang merasakan kelahiran seorang anak perempuan sebagai suatu kehinaan yang hanya penguburan hidup-hidup yang dapat menyucikannya.
Namun, Muhammad Saw mengetahui apa yang telah dilakukan takdir padanya, dan Fatimah mengetahui siapa dirinya. Itulah sebabnya, sejarah melihat dengan takjub cara Muhammad Saw memperlakukan anak perempuannya. Dalam beberapa dokumen historis, tercatat bahwa Nabi biasa mencium wajah dan tangan Fatimah. Perilaku semacam itu dalam lingkungan seperti itu merupakan pukulan bagi revolusi kehidupan saat itu. Bahkan, Beliau Saw dengan tegas menunjukan penghargaan kepada Fatimah dalam istilah-istilah berikut:
“wanita terbaik di dunia ada empat: Maryam, Asiah, Khadijah, dan Fatimah”
“Fatimah adalah bagian tubuh saya. Barang siapa menyakiti dia, maka ia menyakiti saya. Dan barang siapa menyakiti saya, ia telah menyakiti Allah Swt.”
Mengapa harus Fatimah yang mendapatkan penghargaan yang begitu mulia dari Nabi Saw? Karena Fatimah merasakan penderitaan, kesedihan, dan kemarahan hidup. Sebab ia sangat muda, maka ia dapat bergerak dengan bebas. Ia memanfaatkan kebebasan ini untuk menyertai ayahnya. Gadis kecil itu, yang mengetahui nasib ayahnya, tak pernah membiarkan beliau berjalan sendiri. Di hari ketika Beliau Saw bersujud di masjid dan musuh-musuhnya melemparinya dengan isi perut biri-biri, tiba-tiba Fatimah kecil memungut isi perut hewan itu, lalu membuangnya.
Fatimah selalu menghibur Nabi Saw, ia mendukung beliau sepanjang kesukaran hidup dan penderitaan Beliau Saw. Sebab inilah, yang membuatnya begitu istimewa. Ia adalah Ummu Abiha, Ibu dari ayahnya. Tidak hanya itu, setelah kematian ibunya, Khadijah, Fatimah menggantikan posisi beliau dengan kesabaran. Fatimah tenggelam dalam kesusahan begitu dini, ia menghadapi cobaan dan penderitaan yang terus meningkat setiap hari. Ia istimewa lantaran kedudukannya sebagai putri Nabi Saw, karena keramahan dan rasa hormat yang telah dipersembahkan kepadanya.
Menjadi Istri Sayyidina Ali
Kemudian, tibalah saatnya Fatimah menyempurnakan dirinya sebagai perempuan yaitu dengan menjadi istri seorang Ali yang memiliki iman terkuat, yang paling berilmu diantara orang berilmu, yang paling berakhlak, dan yang paling tinggi rohaninya. Inilah babak kedua kehidupan Fatimah yang membawanya kepada kesedihan-kesedihan yang terus berkelanjutan. Fatimah menggiling gandum sendiri. Ia membakar roti. Ia bekerja di rumah dan kelihatan ratusan kali membawa air dari luar rumahnya. Ia tak boleh mempunyai sesaat pun kedamaian dalam kehidupan, karena hal itu dapat menjauhkannya dari terus-menerus “menjadi”. Oleh karena itu, hal yang dapat dilakukan oleh Fatimah adalah selalu belajar, pelajaran yang seperti cahaya dan udara.
Fatimah juga adalah suatu induk dari kesedihan, ketakwaan, dan kemiskinan. Ia menanggung penganiyaan yang diderita ayahnya, ibunya, saudara-saudaranya, Ali, selama bertahun-tahun di Mekkah. Semua itu meninggalkan kesan mandalam pada tubuh dan jiwanya. Sekarang, dirumah Ali, ia memaksa diri sekali lagi untuk hidup dengan kesulitan, kerja, dan kemiskinan.
Fatimah Sepeninggal Nabi Muhammad Saw
Selanjutnya adalah babak ketiga dari kehidupan wanita yang agung ini, yaitu masa dimana wafatnya laki-laki yang amat ia cintai, yaitu ayahandanya sendiri, Muhammad Saw. Kegaduhan, kecemasan, dan ketakutan menyelimuti kota itu. Perasaan Fatimah dihujani kesedihan yang amat memilukan, ia teramat sedih. Karena cinta Fatimah kepada Nabi Saw jauh melebihi cinta seorang anak perempuan kepada ayahnya. Ia mengabdikan cinta, keimanan, dan seluruh saat hidupnya kepada ayahnya.
Kematian ayahnya merupakan pukulan paling berat yang dapat diberikan alam dalam kemampuannya. Kematian beliau cukup baginya, tetapi pukulan lainnya datang menimpanya pula, setidak-tidaknya sama dalam bahkan lebih dalam. Nasib tak membiarkan wanita ini istirahat walau sejenak. Kabar itu adalah seseorang telah dipilih menggantikan posisi Nabi. Dan dia bukan Ali.
Fatimah tidak buta akan kondisi ini. Ia bukan orang yang duduk dirumah tanpa menyadari apa yang terjadi. Ia seorang wanita muslim, seorang wanita yang akhlak sucinya tidak melarang dia mengambil tanggung jawab sosial. Fatimah tetap berada disamping Ali, membantu suaminya yang berada dalam keterpurukan. Dengan tubuhnya yang lemah ia tetap dengan berani menghadapi permasalahan ini. Namun, apalah daya, dominasi struktur kekuasaan dan agen agen pembuat kebijakan tak henti-hentinya menyerang Fatimah dan Ali yang sedang berada dalam titik terlemahnya.
Mereka menyita tanah fadak, yang menjadi sumber penghasilan Ali secara mandiri. Fatimah lagi-lagi tidak diam. Ia meneruskan perlawanan dan perjuangannya melawan kekhalifaan yang menindas itu. Ia ingin membuktikan bahwa penguasa tidak mewakili kebenaran. Berhari-hari mereka mencari kaum Anshar. Fatimah dengan setia mendampingi Ali, ia meriwayatkan satu demi satu kepantasan, kebajikan, dan keutamaan Ali. Ia menunjukkan betapa mereka akan menderita akibat keputusan dangkal yang dilakukan tergesa-gesa dan dengan keras kepala dari kelalaian politik.
Akhir Hidup Fatimah
Dengan segala kenyataan pahit yang dipikul wanita ini, setiap hari disambutnya dengan harapan akan kematiannya. Lalu, ajal menjemputnya. Senin, 3 Jumaidil Akhir tahun 11 Hijriah. Fatimah hidup seperti itu. Dan wafat seperti itu. Fatimah adalah simbol cinta, emosi, dan keimanan yang menakjubkan dari para pria dan wanita yang sepanjang sejarah Islam berjuang untuk kebebasan dan keadilan. Fatimah adalah wanita yang dikehendaki Islam, supaya wanita menjadi seperti itu. Nabi meleburnya dan memurnikannya di api kesulitan, kemiskinan, perlawanan, pemahaman yang mendalam, dan keajaiban manusiawi. Keistimewaan Fatimah tidak dilekatkan karena ia adalah putri Nabi Muhammad Saw, atau istri Ali, atau ibu dari cucu kesayangan Nabi Saw. Ia istimewa karena dirinya sendiri. Fatimah adalah Fatimah.

0 Komentar