Buku Etika Seksual antara Islam dan Barat yang ditulis oleh Murtadha Muthahhari ini memuat tentang betapa naluri seksual merupakan Sunnah Allah SWT yang kuat dan teramat penting bagi kelangsungan generasi umat manusia. Cinta diakui sebagai suatu hal yang paling mempesona dalam kehidupan manusia. Sementara itu, arus budaya Barat dengan “Seks Bebas”-nya yang melecehkan Etika dan Agama terus membanjiri kita, terasa perlu adanya tuntunan Islam dalam hal ini, terutama bagi kaum muda.
Islam dan Etika Seksual Tradisional
Menurut sunnah, perkawinan adalah tuntunan hidup yang hakiki, dan kehidupan membujang dipandang sebagai kondisi yang penuh dengki dan cenderug pada kejahatan. Pendekatan Islam terhadap perkawinan dan moralitas berlainan dengan beberapa rumusan moral tradisional yang negatif. Cukup mengejutkan bahwa moralis tradisional tentu menganggap seks sebagai suatu yang dasarnya buruk. Mereka memandang hubungan seks, sekalipun dengan istri atau suami yang sah, bersifat destruktif, dan seolah-olah merupakan karakteristik orang yang berdosa.
Lebih lanjut lagi adalah pandangan yang jamak di Barat bahwa dunia tradisional umumnya percaya akan takhayul yang memberikan konotasi jahat kepada segala sesuatu yang berhubungan dengan seks. Bahkan filosof barat termasyhur, Bertrand Russell, dalam bukunya “Marrige and Moralist” berkata “tujuan dan praktik asketik adalah untuk menarik manusia ke dalam kehidupan membujang, sebagai konsekuensinya perkawinan dipandang sebagai keadaan yang lebih rendah. “Menebang Pohon Perkawinan dengan Kapak membujang”.
Dari hasil pandangan tersebut dunia Barat telah berbalik seratus delapan puluh derajat dari sikap Moral Tradisional menuju pada sebuah pandangan atau kepercayaan baru bahwa keharusan menghormati dan membebaskan hawa nafsu seksual, dengan jalan membuang kekangan Moral Tradisional. Mereka menyatakan bahwa moralitas apa pun yang telah mereka warisi tidaklah membawa apa-apa selain konotasi religius. Mereka juga mengklaim Moralitas Baru zaman sekarang bukan hanya didasarkan pada pertimbangan filosofis tetapi juga pada alasan Ilmiah.
Tinjauan Kritis terhadap Dasar Teoritis dari Usulan Kebebasan Seks Baru
Sebelumnya telah dibicarakan segi-segi yang menonjol dari usulan moralitas seksual baru, yang di mana nilai prinsip-prinsip dasarnya adalah, pertama bahwa kebebasan pribadi setiap individu, tanpa pandang bulu, haruslah dihormati dan dilindungi selama kebebasan itu tidak melaggar kebebasan pribadi orang lain. dengan kata lain, kebebsan seseorang individu tidaklah dibatasi oleh pertimbangan apapun selain kebebasan individu lain. Prinsip kedua bahwa kesejahteraan manusia terletak pada pemeliharaan dan pemenuhan dorongan nafsu dan kecenderungan bawaannya. Apabila kecenderungan yang alami ini dirintangkan, maka hal itu akan membawa kepada egoisme dan gangguan kepribadiaan, yang timbul terutama dari frustasi seksual. Naluri dan dorongan itu akan menjadi salah tingkah apabila tidak dipenuhi dan dipuaskan. Pada poin ketiga adalah pembatasan dan pengekangan atas naluri dan nafsu manusia akan menyebabkan naluri dan nafsu tersebut semakin meningkat dan berkobar. Pemenuhan tanpa kekangan akan mendatangkan kepuasan, yang memungkinkan manusia tidak mencurahkan perhatian yang berlebihan pada suatu dorogan alami, seperti dorongan seks.
Dari tiga prinsip tersebut, sangat bersinggungan dengan filsafat, pendidikan dan psikologi manusia. Namun prinsip itu dikemukakan sebagai pembenaran atas apa yang dipandang oleh para penganut kebebasan seksual baru sebagai jalan yang benar. Yakni penyingkiran moral, kekangan, dan batasan-batasan konvensional untuk menjamin kebebasan dan meningkatkan kepuasan seksual, bukan memfrustasikannya.
Pandangan bahwa kebebasan pribadi seseorang individu yang dilahirkan dalam keadaan bebas dengan membawa hasrat dan kehendak diri, harus dihormati selama ia menghormati hak orang lain lebih meupakan pandangan yang menyesatkan. Karena, terlepas dari kebutuhan untuk manjauhkan konflik antarpribadi, adalah perlu bagi setiap masyarakat untuk mengakui bahwa kepentingan yang lebih tinggi dan lebih besar dari seseorang haruslah dengan sadar membatasi kebebasan individualnya. Karena setiap pengabaian yang terus-menerus atas tuntunan-tuntunan moral d iatas selanjutnya dapat memperparah kerusakan yang telah dilakukan pada konsep dasar dari moralitas itu sendiri serta kesalahan pada pemahaman tentang kebebasan pribadi.
Ulasan di atas memberikan ilustrasi tentang kemandulan filsafat moral Bertrand Russell, yang didasarkan pada pandangan bahwa seorang individu dapat/atau harus melayani kepentingannya sendiri, dan pada saat yang sama mengamankan hak dan kepentingan umum. Demikian halnya, karena norma-norma perilaku individu dan kelompok tidak identik.
Islam mengajarkan agar kenikmatan timbal balik suami istri dibatasi dalam lingkungan keluarga saja, sehingga mereka tatap berorientasi sepenuhnya satu sama lain. Islam telah menetapkan bahwa setiap usaha untuk mencari kebahagian dan mencari kenikmatan seks di lingkungan masyarakat yang serba bebas dalam masalah seks, termasuk mempertontonkan aurat wanita di depan umum, tidaklah diperkenankan.
Jelas, adalah sangat penting bila aktivitas yang melibatkan seksualitas manusia dibatasi pada pasangan yang telah kawin saja dalam kehidupan privat rumah tangga mereka. Untuk tujuan itu perlulah diamankan integritas fungsional dan harmonis antara rumah tangga dan lingkungan sosialnya.
Kehidupan perkawinan dan kekeluargaan adalah segi-segi fungsional masyarakat yang sangat penting. Keduanya merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas atas kebaikan anak keterunan. Pendidikan anak dalam keluarga akan membentuk kualitas generasi yang akan datang. Dalam konteks ini kemampuan individual dan timbal balik suami istri untuk memelihara dan mendidik anak secara semestinya merupakan faktor yang menetukan. Pada saat yang sama, perhatian seoarang ayah kepada keturunannya akan mendorong pendidikan yang positif bagi anak-anaknya.
Cinta, Disiplin Seks, dan Kesucian; (Moralitas Demokrasi, Cinta dalam Pertumbuhan Kepribadian)
Bahwa prinsip kemerdekaan manusia dan demokrasi harus pula bersandar pada moral, adalah benar dan tepat, sebagaimana halnya politik. Maknanya yang instrinstik ialah bahwa manusia harus memimpin naluri dan nafsu alami bawaannya sebagaimana pemerintah yang adil dan demokrasi menghadapi massa rakyatnya.
Islam memperlakukan permasalahan yang menyangkut perilaku seksual atas basis etika yang sama dengan yang sekarang umum diakui dalam pengaturan kegiatan politik dan ekonomi. Karena individu mudah melakukan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, dalam menata kehidupan seksual mereka atas dasar pertimbangan moral mereka sendiri. Karena salah konsep atau kebodohan, mereka mungkin mengabaikan perlunya memelihara demokrasi dalam moralitas untuk menanggulangi masalah individual yang timbul dalam kondisi lingkungan yang tanpa sedikit pun kekangan pribadi dan dapat menimbulkan kekacauan yang menyeluruh.
Pada prinsipnya, suatu pengaturan sosial dalam kegiatan politik dan ekonomi haruslah mengakui naluri dan kecenderungan manusia yang relevan. Karena naluri dan kecenderungan agresi untuk mendominasi orang lain dapat dijadikan alat dalam politik. Kegiatan ekonomi bisa didorang maju oleh nafsu untuk mengakumulasi kekayaan. Sama halnya sikap seksual dapat membawa pengumbaran kegiatan-kegiatan nafsu.
Lingkungan sosial yang permisif mendorong sensualitas dan keserbabolehan semacam ini tidak memberikan kontirbusi ke arah cinta yang bermanfaat yang dipandang mulia para filosof dan sosiolog. Dalam batasan efek-efeknya yang mendalam, sangat responsif, dan tidak egois.
Kualitas yang sehat dari cinta sejati telah dipuji bukan saja oleh orang zaman dahulu tetapi juga oleh penulis modern, seperti Will Durant dalam karya besarnya “History Of Civilization” menunjukkan bahwa perhatian terhadap cinta yang alami dalam cerita-certia Timur tumbuh melebihi apa yang ada dalam seruan-seruan rutin gereja kepada peningkatan kesucian dan kesalehan.
Sesungguhnya, sebagaimana yang diamati oleh Will Durant, banyak orang yang telah mulai bertanya-tanya abstraksi seksualitas manusia dalam cinta yang paling bijaksana yang dapat diterangkan. Orang menjadi ingin tahu tentang faktor intelektual dan faktor lain yang serupa, yang merupa kelaparan instingtif ala hewani, seperti yang kadang-kadang diperlihatkan oleh nafsu seks, menjadi cinta yang indah dan halus. Rasa ingin tahu ini berkembang di sekitar persoalan bagaimana nafsu jasadia itu bisa menjadi kasih sayang yang bersifat spiritual.
Kesimpulan
Moral seksual merupakan bagian yang integral dari etika perilaku yang dapat diterapkan pada manusia. Yang termasuk etika seksual adalah sebagian dari berbagai norma sosial, pola perilaku, dan kebiasaan eribadi yang berhubungan langsung dengan naluri seksual.
Bagi kaum muslim, lembaga perkawinan yang berdasarkan kepentingan dan kasih sayang antara pasangan suami istri merupakan suatu manifestasi yang luhur dari Kehendak dan Tujuan Ilahi. Ini dapat dilihat dari ayat Al-Qur’an “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri. Supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda tanda bagi kaum yang berfikir” (Surah Al-Rum : 21) .
Ayat yang dikutip di atas mengandung dua kata kunci, yang menunjukkan tujuan Allah Swt menciptakan pasangan hidup manusia. Kata itu ialah Mawaddah dan Rahmah, yang berarti Kelembutan Cinta dan Kasih Sayang. Pengertian kata-kata tersebut sudah jelas; bahwa Tuhan bukan hanya menciptakan wanita sebagai pasangan untuk pria, tetapi ia menunjukkan juga bahwa pasangan tersebut telah menyiratkan penanaman kualitas-kualitas kemanusian yang jauh berbeda dari kualitas-kualitas sensualitas atau libido. Sebagaimana yang ditafsirkan sebahagian masyarakat modern.
Wa taufiq illabilahi aalahi tawakkaltu wailahi uniib..
Wassalam….

0 Komentar